Thursday, August 11, 2011

Leader di masa depan

Beberapa kali kita dapati satuan-satuan pendidikan mencanangkan bahwa tujuan mereka mengelola satuannya adalah untuk mencetak para pemimpin di masa depan.

Saya agak merenungkan hal ini bbrp waktu belakangan ini. Ada banyak kita dapati di dalam teori (penelitian mendalam yang berbuah pada teori-teori) tentang definisi atau tanda kepemimpinan. Umumnya terkait kepada satu hal, yaitu "pengaruh", lebih lanjut pengaruh tadi berbuah pada "pengorganisasian". Tindakan seseorang yang memiliki pengaruh kepada orang lain menjadi tanda hadirnya suatu kepemimpinan. Yang memberi pengaruh itu disebut pemimpin.
Bila teori ini disosialisasikan, tentulah pengertian "Leader di masa depan" menjadi lebih terarah.
Tetapi bila pengertian Leader tidak utuh, saya merasa ada bahaya besar yang mengancam.

Perjalanan hidup yang saya lalui membuat saya ada dalam beberapa kesimpulan. Pertama, tidak semua orang "berbakat pemimpin". Kedua, tidak semua orang "mau menjadi pemimpin". Pemimpin yang saya maksud di sini sudah jelas pemimpin dalam pengertian yang diambil dari sejumlah teori kepemimpinan yang ada, seperti yang disampaikan di atas.

Ada banyak sekali saya temui, orang yang memang tidak berbakat menjadi pemimpin. Kepada orang-orang seperti ini berbagai motivasipun dicoba untuk dimasukkan, dia tetap tidak bermetamorfosa menjadi pemimpin. Dulu saya menyimpulkan bahwa orang-orang seperti ini betul-betul tidak bisa diharapkan. Atau ada kesalahan organisasi dalam menanamkan kepemimpinan atas orang-orang tipe ini. Tetapi setelah saya dalami benar-benar, tampaknya ada suatu perangkat awal (sangat bisa jadi sejak dari lahirnya) yang dibawa orang-orang seperti ini, yang membuat dia memang tidak berubah menjadi pemimpin. Dalam hal ini saya kesimpulan saya tersambung kepada pernyataan yang pernah saya dengar: Tidak semua orang memang diciptakan Tuhan menjadi pemimpin. Kalau semua orang menjadi pemimpin, siapa yang menjadi anak buah?
Jadi, sebenarnya alangkah baiknya juga untuk memperlakukan orang-orang seperti ini dengan mencoba melihat apa sebenarnya yang menjadi perangkat awal yang dibawanya. Jangan-jangan justru kita bisa menemukan hal luar biasa pada dirinya yang sudah memang dibawanya sejak lahir. Bila dikaitkan dengan jabatan, ada orang yang luar biasa justru sebagai wakil pemimpin. Ada pula saya temui orang yang selalu menjadi kepercayaan dalam mengelola ke dalam (organisasi). Kemudian ada pula yang sangat hebat, teliti, sangat intuitif, kreatif dan setia dalam mengelola keuangan. Ada lagi yang begitu hebatnya bila diberikan tugas-tugas yang sifatnya mobile, begitu tidak kerasannya dia duduk di belakang meja. Dan lain sebagainya.

Yang berikutnya, saya juga menemui orang yang karena pertimbangan dalam dirinya dia merasa sangat tertarik/tertantang akan keingintahuan/penguasaan atas suatu hal. Dia memang tidak mau menjadi pemimpin. Orang-orang seperti ini merasa bahwa bila dia menjadi pemimpin maka dia akan terjebak pada hal-hal yang umum (general) dan tidak dalam, sedangkan dia justru lebih tertarik pada suatu hal yang sifatnya spesifik. Bila arahnya kepada suatu keprigelan, orang-orang seperti ini lebih ingin menuangkan hidupnya kepada hal yang spesifik tersebut. Misalnya seseorang yang ingin betul-betul menyelami bidang geodesi suatu pembangunan fisik. Biarpun semua orang berbicara tentang maraknya tantangan pembangunan secara umum, dia lebih senang hanya menyelami bidang geodesinya suatu pembangunan. Ada juga yang cuma ingin menghitung struktur, ada yang hanya menyelami pelistrikan, dan lain sebagainya. Banyak sekali (walau tidak semua) kita temui orang-orang tipe ini memilih jalan hidup sebagai peneliti, atau pengamat, atau pemusik/seniman untuk instrumen/seni tertentu saja. Dia tidak mau menjadi pemimpin karena dia tidak mau dicampuri urusannya dan dia pula tidak mau mencampuri urusan orang lain.
Bila arahnya pada tekanan tertentu dalam kehidupan, ada orang yang sengaja cuma ingin di posisi yang dia bisa mendapat uang sebanyak-banyaknya misalnya. Jadi dia pertahankan posisi itu sedapat mungkin asal dia dapat uang sebanyak dia bisa. Ada orang yang memilih posisi di organisasi sebagai orang yang berhubungan kepada lapisan masyarakat tertentu saja, karena itu kepuasan yang dikejarnya. Bila dia menjadi pemimpin maka dia merasa tidak akan berhubungan lagi secara intens dengan lapisan tersebut.
Banyak saya temui bahwa orang-orang yang memang tidak mau menjadi pemimpin ini, bila dijadikan pemimpin akan membuat dia menderita dalam batinnya.

Jadi, dari dua hal di atas semogalah kita tidak salah dalam mengartikan tentang definisi Pemimpin. Pemimpin tidak boleh diartikan hanya sekedar sebagai suatu posisi. Menjabat suatu posisi dengan kepemimpinan yang baik, itulah yang diharapkan. Tapi banyak kita lihat orang berada dalam posisi "Pemimpin", tetapi tidak memimpin dengan baik.

Bila para satuan pendidikan mengartikan Pemimpin secara benar maka bila ada lulusannya yang ternyata tidak dalam posisi pemimpin dalam suatu organisasi, bukan berarti satuan pendidikan tersebut telah gagal.
Setiap orang yang tidak berada di dalam posisi pemimpin dalam suatu organisasi, bukanlah orang yang gagal sebagai pemimpin. Dimanapun dia berada, selama dia bisa memberi pengaruh dan ada suatu pengorganisasian bergerak karena dia ada, dia adalah pemimpin. Apakah itu di rumah-tangga, di lingkungan, di antara teman, dan sebagainya.

Memimpin untuk hal yang baik adalah suatu tugas mulia. Berada di posisi pemimpin adalah suatu tanggung-jawab (berarti dia harus memimpin dengan baik). Tetapi kemenangan, adalah suatu kerjasama baik, yang palu kemenangannya justru dipukulkan oleh para anak-buah.

Oleh karena itu saya ingin mengatakan, "Leading Well" adalah baik dan sangat perlu, tetapi "Led Well"lah yang membuat organisasi menang.