Sunday, April 5, 2009

Landong sakit

Di tempat kostku yang artistik di Jl. Ciung Wanara 20 pernah ada kejadian menarik.
Landong P. Silalahi adalah salah seorang teman kostku di sana. Sekali masa dia persis di sebelah kamarku (kelak aku pindah ke kamar yang satu lagi yang berbentuk penthouse).

Landong menderita sakit suatu kali. Dia demam, tidak punya kekuatan, perutnya sakit dan lain sebagainya. Karena suatu sebab berkenaan dengan orangtuanya (bukan masalah keuangan) dia memutuskan untuk tidak memberitahukan sakitnya kepada pihak orangtuanya di Jakarta. Seorang adik perempuannya yang juga kuliah di ITB dan tinggal di Bandung juga mensupport ide untuk tidak memberitahukan ke Jakarta.

Tetapi aku sangat kasihan melihat Landong. Beberapa kali aku menjenguknya ke kamarnya. Dia cukup menderita kala itu. Setiap hari dia kedinginan (berselimut tebal), tidak bisa makan dan sebagainya.
Naluriku membawa keputusanku untuk menolong dia. Diapun tidak mau ke dokter, tapi bukan masalah keuangan. Maka mulailah aku mencoba menolong dia sedapat yang kusanggup. Karena di kost itu aku dianggap komandan, maka aku mengatur agar Mbok memasakkan khusus bubur untuk Landong. Bila bubur sudah masak dengan sepotong telor rebus dan garam kucoba menyuapi Landong makan. Memang dia tidak berselera untuk makan, tetapi setidaknya adalah yang dimakannya. Lalu aku mengusahakan agar Mbok bisa juga setiap saat bisa mengambilkan es batu dari lemari es empunya kost agar aku bisa mengompres kepala Landong dengan handuk. Panas tubuh Landong sendiri entah kenapa kucatat dengan rapih setiap 1 jam sekali, kecuali ketika aku harus kuliah atau keluar rumah untuk keperluan khusus.
Entah kenapa akupun merasa terdorong untuk menolong membersihkan ketika dia muntah beberapa kali.

Tiga atau empat harian berlalu, berdasarkan data panasnya yang tidak mau turun dan polanya sangat tidak teratur membuat aku memutuskan biar bagaimanapun Landong harus dirawat di rumah sakit. Lalu aku menelepon adik perempuannya di kostnya untuk datang.
Ketika adiknya datang, kuutarakan bahwa keadaan ini tidak boleh dibiarkan. Apapun yang terjadi Landong harus pulang ke Jakarta dan dirawat di sana.
Karena aku agak menekan dalam keputusanku, maka adiknya membawa Landong pulang juga ke Jakarta.

Dari Jakarta kudapatkan kabar bahwa Landong dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit Lever. Ada hampir tiga minggu Landong di Jakarta.

Ketika Landong pulang kembali ke Bandung, dia telah sehat. Dengan senang dia menemui aku. Akupun sangat senang karena melihat dia telah sehat kembali.
Lalu katanya orangtuanyapun ikut dengan dia ke Bandung, menginap di hotel. Menurut dia orangtuanya mengundang aku untuk makan malam dengan keluarganya itu.


Maka pergilah kami semua ke restoran Queen di Bandung untuk makan malam yang enak. Kalau tidak salah adikku Tigorpun ikut. Orangtuanya (Bapak dan Ibu Silalahi) khusus mengucapkan terimakasih untuk apa yang sudah kulakukan bagi Landong.
Kami semua senang dalam makan malam yang enak itu.

Bagiku sebenarnya (seperti jawab pendekku atas kata sambutan orangtua Landong di restoran Queen), apalah sebenarnya yang terlalu hebat telah kubuat. Perasaanku timbul untuk menolong Landong hanyalah panggilan kesetiakawanan sebagai sesama teman kost. Landongpun banyak berbuat baik kepadaku dan adikku Tigor.

Tapi itulah bunga-bunga hidup. Sudah dua kali aku diundang khusus oleh orangtua teman-temanku untuk thanksgiving dinner.

Sekarang Landong menjadi pemimpin proyek Pertamina untuk tugas di Libya. Beberapa kali bila dia ke Jakarta, kami bertemu, makan dan bercanda. Dengan dia kami merasa dekat sekali seperti saudara kandung (istrinyapun kami kenal baik sejak masih di Bandung).

Itulah persaudaraan sepenanggungan (Dongan sapartinaonan).

No comments:

Post a Comment